Mengenal Precast Concrete
Beton adalah material konstruksi yang banyak dipakai di Indonesia, jika dibandingkan dengan material lain seperti kayu dan baja. Hal ini bisa dimaklumi, karena bahan-bahan pembentukannya mudah terdapat di Indonesia, cukup awet, mudah dibentuk dan harganya relatif terjangkau. Ada beberapa aspek yang dapat menjadi perhatian dalam sistem beton konvensional, antara lain waktu pelaksanaan yang lama dan kurang bersih, kontrol kualitas yang sulit ditingkatkan serta bahan-bahan dasar cetakan dari kayu dan triplek yang semakin lama semakin mahal dan langka.
Seiring dengan perkembangan waktu dan perkembangan teknologi, sekarang dijumpai beton pracetak / precast concrete untuk menggantikan sistem beton konvensional. Precast Concrete Beton / pracetak adalah suatu metode percetakan komponen secara mekanisasi dalam pabrik atau workshop dengan memberi waktu pengerasan dan mendapatkan kekuatan sebelum dipasang.
Precast Concrete atau Beton pra-cetak menunjukkan bahwa komponen struktur beton tersebut tidak dicetak atau dicor ditempat komponen tersebut akan dipasang. Biasanya ditempat lain, dimana proses pengecoran dan curing-nya dapat dilakukan dengan baik dan mudah. Jadi komponen beton pra-cetak dipasang sebagai komponen jadi, tinggal disambung dengan bagian struktur lainnya menjadi struktur utuh yang terintegrasi. Karena proses pengecorannya di tempat khusus (bengkel frabrikasi), maka mutunya dapat terjaga dengan baik. Tetapi agar dapat menghasilkan keuntungan, maka beton pra-cetak hanya akan diproduksi jika jumlah bentuk typical-nya mencapai angka minimum tertentu, sehingga tercapai break-event-point-nya. Bentuk typical yang dimaksud adalah bentuk-bentuk yang repetitif, dalam jumlah besar.
Sistem pracetak berkembang mula-mula di negara Eropa. Struktur pracetak pertama kali digunakan adalah sebagai balok beton precetak untuk Casino di Biarritz, yang dibangun oleh kontraktor Coignet, Paris 1891. Pondasi beton bertulang diperkenalkan oleh sebuah perusahaan Jerman, Wayss & Freytag di Hamburg dan mulai digunakan tahun 1906. Tahun 1912 beberapa bangunan bertingkat menggunakan sistem pracetak berbentuk komponen-komponen, seperti dinding, kolom dan lantai diperkenalkan oleh John. E. Conzelmann. Struktur komponen pracetak beton bertulang juga diperkenalkan di Jerman oleh Philip Holzmann AG, Dyckerhoff & Widmann G Wayss & Freytag KG, Prteussag, Loser dan lain-lain. Sstem pracetak tahan gempa dipelopori pengembangannya di Selandia Baru. Amerika dan Jepang yang dikenal sebagai negara maju di dunia, ternyata baru melakukan penelitian intensif tentang sistem pracetak tahan gempa pada tahun 1991. Dengan membuat program penelitian bersama yang dinamakan PRESS ( Precast seismic Structure System).
Indonesia telah mengenal sistem pracetak yang berbentuk komponen, seperti tiang pancang, balok jembatan, kolom dan plat lantai sejak tahun 1970an. Sistem pracetak semakin berkembang dengan ditandai munculnya berbagai inovasi seperti Sistem Column Slab (1996), Sistem L-Shape Wall (1996), Sistem All Load Bearing Wall (1997), Sistem Beam Column Slab (1998), Sistem Jasubakim (1999), Sistem Bresphaka (1999) dan sistem T-Cap (2000).
Ada 5 masalah utama dalam pengembangan sistem pracetak, antara lain :
- Kerjasama dengan perencana di bidang lain yang terkait, terutama dengan pihak arsitektur dan mekanikal/elektrikal/plumbing.
- Sistem ini relatif baru.
- Kurang tersosialisasikan jenisnya, produk dan kemampuan sistem pracetak yang telah ada.
- Keandalan sambungan antarkomponen untuk sistem pracetak terhadap beban gempa yang selalu menjadi kenyataan.
- Belum adanya pedoman perencanaan khusus mengenai tata cara analisis, perencanaan serta tingkat kendala khusus untuk sistem pracetak yang dapat dijadikan pedoman bagi pelaku konstruksi.
Proses produksi/pabrikasi beton pracetak dapat dibagi menjadi tiga tahapan berurutan yaitu :
1. Tahap Design
Proses perencanaan suatu produk secara umum merupakan kombinasi dari ketajaman melihat peluang, kemampuan teknis, kemampuan pemasaran. Persyaratan utama adalah struktur harus memenuhi syarat kekuatan, kekakuan dan kestabilan pada masa layannya.
2. Tahap Produksi
Beberapa item pekerjaan yang harus dimonitor pada tahap produksi, antara lain :
- Kelengkapan dari perintah kerja dan gambar produk.
- Mutu dari bahan baku.
- Mutu dari cetakan.
- Mutu atau kekuatan beton.
- Penempatan dan pemadatan beton.
- Ukuran produk.
- Posisi pemasangan.
- Perawatan beton.
- Pemindahan, penyimpanan dan transportasi produk.
- Pencatatan ( record keeping ).
Tahap produksi terdiri dari :
- Persiapan.
- Pabrikasi tulangan dan cetakan.
- Penakaran dan pencampuran beton.
- Penuangan dan pengecoran beton.
- Transportasi beton segar.
- Pemadatan beton.
- Finishing / repairing beton.
- Curing beton.
3. Tahap Pascaproduksi
Tahap Pascaproduksi terdiri dari tahap penanganan ( handling ), penyimpanan ( storage ), penumpukan ( stacking ), pengiriman ( transport dan tahap pemasangan di lapangan ( site erection ).
Demikian sedikit ulasan tentang precast concrete aatau beton pracetak. Terima kasih.
Category: Structure
0 komentar